HARIANSULTENG.COM, PALU – Menghadirkan sisi kemanusiaan menjadi hal tak kalah penting bagi jurnalis dalam memotret peristiwa bencana alam.
Hal itu diutarakan Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia Sulawesi Tengah (PWI Sulteng), Temu Sutrisno dalam lokakarya jurnalisme kebencanaan, Jumat (26/5/2023).
Kegiatan itu diselenggarakan oleh Kementerian PUPR bertempat di Hotel Santika, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu.
Temu menilai penanganan pascabencana sering luput dari pantauan media. Dengan kata lain, jurnalis cenderung menyukai liputan saat bencana alam baru saja terjadi.
Sebut saja peristiwa gempa bumi, tsunami dan likuifaksi di Palu dan sekitarnya pada 28 September 2018 lalu.
Media ramai-ramaj gencar memberitakan penyebab tsunami dan likuifaksi, dampak kerusakan hingga proses evakuasi.
Namun seiring berjalannya waktu, porsi pemberitaan kian menyusut padahal penanganan pascabencana masih terus berlangsung.
“Recovery termasuk tahap penanganan bencana. Pemerintah selaku penanggung jawab utama mesti diawasi. Apalagi penggunaan anggaran mencapai Rp 7 triliun untuk rehabilitasi dan rekonstruksi,” katanya.
Pascagempa Sulteng 2018, sebagian besar korban masih bertahan di shelter-shelter pengungsian alias hunian sementara (huntara).
Temu pun menyinggung istilah ‘jurnalisme kenabian’. Ia mendorong jurnalis berperan sebagai pemberi kabar gembira dalam konteks kebencanaan.
“Media mesti berdiri pada posisi itu. Berkolaborasi dengan berbagai pihak yang bertanggung jawab untuk menuntaskan penanggulangan bencana,” ujar Temu.
Pada titik ini, media harus berdiri di sisi korban dan menyuarakan suara mereka yang sedang memperjuangkan hak untuk hidup normal seperti sediakala.
Media perlu secara kritis mengabarkan proses penanganan rekonstruksi dan rehabilitasi pascabencana.
Sebagai wakil publik, jurnalis bertugas mengawasi dana rehabilitasi dan rekonstruksi, sekaligus menyampaikan kebutuhan korban kepada pemerintah.
“Pers harus berempati kepada korban, apa kebutuhan dan hak-hak yang belum tertunaikan. Suara-suara itu harus diberitakan. Kita harus berpijak pada jurnalisme kemanusiaan. Pertanggung jawaban media itu kepada publik, bukan sekedar kepentingan bisnis,” jelas Temu Sutrisno.
Melansir situs Sistem Tanggap Bencana PUPR, pemerintah berencana membangun 5.771 hunian tetap (huntap) bagi korban bencana di Sulteng.
Dari jumlah tersebut, pemerintah baru selesai membangun 1.679 unit, atau sekitar 29 persen dari target perencanaan berdasarkan laporan per 30 April 2023. (Red)