HARIANSULTENG.COM, NASIONAL – Kerusuhan usai laga lanjutan Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) malam menuai sorotan.
Peristiwa itu diduga dipicu atas kekecewaan Aremania usai tim kesayangannya harus takluk dari tim tamu dengan skor 2-3.
Polisi yang mengamankan pertandingan lanjutan Liga 1 itu menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa suporter.
“Karena terkena gas air mata mereka berebut keluar menuju pintu 10 atau pintu 12 hingga terjadi penumpukan. Saat terjadi penumpukan itulah banyak mengalami sesak napas dan kekurangan oksigen. Kejadian itu mengakibatkan 127 orang meninggal dunia, dua di antaranya anggota kepolisian,” kata Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afinta, Minggu (2/9/2022).
Sementara dalam keterangannya, Menkopolhukam Mahfud MD menegaskan tragedi Kanjuruhan bukan bentrok antar suporter kedua tim.
Sebab kata dia, suporter dari Persebaya pada pertandingan tersebut tidak dibolehkan ikut menonton di stadion.
“Suporter di lapangan hanya dari pihak Arema. Oleh sebab itu, para korban umumnya meninggal karena desak-desakkan, saling himpit dan terinjak-injak, serta sesak napas,” ujar Mahfud MD dikutip dari Instagram pribadinya @mohmahfudmd.
Dalam regulasi FIFA tentang Keselamatan dan Keamanan Stadion, federasi sepak bola dunia itu melarang keras penggunaan gas air mata atau gas pengendali massa.
Larangan FIFA soal penggunaan gas air mata itu tertuang pada Bab III tentang Stewards, pasal 19 soal Steward di pinggir lapangan.
“Tidak boleh membawa atau menggunakan senjata api atau gas pengendali massa,” tulis regulasi FIFA tersebut. (Arm)