HARIANSULTENG.COM – Harga gas elpiji atau liquified petroleum gas (LPG) non subsidi mulai naik sejak 27 Februari 2022, termasuk di Sulawesi Tengah.
Warga pun diminta tidak berlebihan dalam menyikapi kenaikan tersebut karena harga elpiji saat ini disesuaikan dengan kondisi terkini industri minyak dan gas dunia.
Hal itu diungkapkan Senior Supervisor Communication & Relations PT Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, Taufiq Kurniawan, Rabu (2/3/2022).
“Betul ada kenaikan. Kami harap masyarakat tidak terlalu berlebihan menyikapi ini dan bisa adaptif,” kata Taufiq.
Dia menyampaikan, kenaikan elpiji berlaku untuk produk bright gas 5,5 kilogram dan 12 kilogram yang bervariasi di setiap daerah.
Seperti di Sulawesi Tengah, harga elpiji 5,5 kilogram di tingkat agen sebesar Rp 91.000 dan 12 kilogram Rp 189.000.
Sementara itu, elpiji subsidi 3 kilogram tidak mengalami perubahan harga atau tetap mengacu pada Harga Eceran Tertinggi (HET) sesuai aturan masing-masing pemerintah daerah.
Taufiq menjelaskan, harga elpiji non subsidi naik karena ada kenaikan Harga Contract Price Aramco (CPA) sebesar 27 persen.
Kenaikan CPA ini sebagai imbas dari terjadinya ketegangan di Eropa yang turut mempengaruhi demand terhadap gas di dunia.
“Akibar ketegangan di Eropa ini, maka demand gas dunia pun meningkat. Sehingga harga juga harus disesuaikan dengan pasar global,” ungkap Taufiq.
Berdasarkan aturan distribusi BBM dan elpiji, Pertamina bisa menyesuaikan harga elpiji non subsidi berdasarkan sesuai harga pasar global.
Artinya, harga elpiji non subsidi lebih cenderung fluktuatif karena mengikuti kondisi perekonomian dunia.
“Sangat mungkin jika ke depan harga elpiji turun, semua disesuaikan dengan harga gas dunia. Tingkat konsumsi elpiji non subsidi di Sulawesi itu 10 persen, sementara secara nasional 6,7 persen. Angka ini sangat kecil sehingga kami harap tidak memicu kenaikan harga barang lainnya,” ujar Taufiq. (Sub)