HARIANSULTENG.COM, POSO – Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama melakukan penelitian soal tindak pidana terorisme di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Diantara hasilnya, tercatat sebanyak 3 kali warga Poso berunjuk rasa terkait dugaan salah tembak oleh aparat keamanan.
Hal ini diungkapkan Ketua Prodi Perbandingan Mazhab UIN Datokarama, Taufan di acara seminar nasional bertajuk “Terorisme, Antara Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia”.
Taufan mengatakan, sejumlah aksi masyarakat tersebut terjadi dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
“Selain observasi dan wawancara langsung di lapangan, data ini kami himpun lewat media pemberitaan. Kebanyakan demo di Poso itu menggugat soal penanganan hukum yang tidak tepat. Jadi kelihatan posisi negara,” jelasnya.
Aksi pertama terjadi di Kelurahan Moengko, Kecamatan Poso Kota pada 12 April 2020.
Sejumlah masyarakat tergabung dalam Solidaritas Muslim Poso menuntut pihak aparat keamanan atas tewasnya Qidam Alfariski.
Pemuda warga Desa Tambarana itu tewas tertembak karena sempat diduga sebagai pelaku teroris jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Kemudian pada 10 Juni 2020, warga menggeruduk Kantor Polres dan DPRD Kabupaten Poso.
Diinisiatori Solidaritas Muslim Poso, massa menuntut penegakan hukum atas terbunuhnya tiga petani akibat peluru aparat.
Memasukinya April 2021, warga Poso Pesisir memblokade jalan dan membakar satu Pos Satgas Madago Raya.
Aksi tersebut sebagai bentuk kekecewaan masyarakat karena pelaku penembakan terhadap Qidam belum juga tertangkap.(Agr)